Social Icons

Rabu, 11 Desember 2013

Memahami Fungsi dan Kegunaan Mempelajari Ilmu Fiqh

BAB I
PENDAHULUAN
1.1            LATAR BELAKANG
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah membimbing manusia dengan hidayah-Nya, sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Kami bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan penulisan dan penyajian makalah Ushul Fiqih yang sederhana ini hingga dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada junjungan baginda Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluaraga dan para pengikutnya sampai di hari kiamat nanti.
Ushul Fiqih Sebagai pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil hukum syara’ secara detail dari al-Qur’an maupun al-Hadis yang sebagian dijelaskan melalui ijma’ dan Qiyas. Dengan Ushul Fiqih ini diharapkan mampu membantu para mujtahid dan pemimpin-pemimpin umat untuk memaknai al-Qur’an dan al-Hadis secara aktual dan kontekstual. Hal ini seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman yang menuntut ketegasan dan kejelasan acuan setiap prilaku, sehingga ajaran Islam selalu mampu menjawab segala persoalan dan permasalahan umat di segala aspek kehidupan.
Kami akan mencoba menjelaskan Ushul Fiqih dari segi definisi Ushul Fiqih, objek kajian, tujuan mempelajari dan fungsi ushul fiqih serta perbedaan antara Ushul Fiqih dan Fiqih. Mudah-mudahan penjelasan dalam makalah kami ini, akan menambah wawasan keagamaan kita dalam mempelajari Ushul Fiqih, kritik dan saran serta nasehat dari dosen pembimbing serta teman-teman semua selalu kami harapkan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud dengan ushul fiqh?
2. Apa objek ushul fiqh itu?
3. Apa tujuan mempelajari ushul fiqh?



1.3.         TUJUAN MASALAH
Dari rumusan masalah di atas, dapat di ambil tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi ushul fiqh
2. Untuk mengetahui objek dari ushul fiqh
3. Untuk mengetahui tujuan mempelajari ushul fiqh


BAB II

1.      MEMPELAJARI FIQIH DAN USHUL FIQIH
Mempelajari Ilmu Fiqih besar sekali faedahnya bagi manusia. Dengan mengetahui ilmu fiqih menurut yang dita’rifkan ahli ushul, akan dapat diketahui mana yang disuruh mengerjakan dan mana pula yang dilarang mengerjakannya. Dan mana yang haram, mana yang halal, mana yang sah, mana yang bathal dan mana pula yang fasid, yang harus diperhatikan dalam hal segala perbuatan yang disuruh harus di kerjakan dan yang dilarang harus ditinggalkan.
Ilmu Fiqih yang juga memberi petunjuk kepada manusia tentang pelaksanaan nikah, thalaq, rujuk, dan memelihara jiwa, harta benda serta kehormatan. Juga mengetahui segala hukum – hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia.
Yang dibahas oleh Fiqih adalah perbuatan orang – orang mukallaf, tentunya orang – orang yang telah dibebani ketetapan – ketetapan hukum agama Islam, berarti sesuai dengan tujuannya.
“ Yang di bicarakan oleh Fiqih ( menurut ta’rif ahli ushul ) atau yang dijadikan maudhu’nya ialah segala pekerjaan para mukallaf dari jurusan hukum.
Adapun hasil pembicaraan atau mahmulnya ialah salah satu dari hukum lima, seperti “ perbuatan ini wajib “.
Yang dimaksud dengan salah satu dari hukum lima, ialah dari hukum taklifi yang lima :
1. Iijab ( wajib )
2. Nadab ( anjuran )
3. Tahrim ( haram )
4. Karahah ( menuntut meninggalkan sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti.
5. Ibahah ( mubah = membolehkan ) dikerjakan atau ditingglkan.
2.  Hukum mempelajari Fiqih
Hukum mempelajari Fiqih itu terbagi kepada dua bagian :
1. Ada ilmu Fiqih itu yang wajib dipelajari oleh seluruh umat Islam yang mukallaf, seperti mempelajari masalah shalat, puasa dan lain – lainnya.
2. Ada ilmu Fiqih yang wajib dipelajari oleh sebagian orang yang ada dalam kelompok mereka ( umat Islam ), seperti mengetahui masalah pasakh, ruju’, syarat – syarat menjadi qadhi atau wali hakim dan lain – lainnya.
Hukum mempelajari Fiqih itu ialah untuk keselamatan di dunia dan akhirat.1)
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pokok bahasan dalam ilmu fiqih ialah perbuatan mukallaf menurut apa yang telah ditetapkan syara’ tentang ketentuan hukumnya. Karena itu dalam ilmu Fiqih yang dibicarakan tentang perbuatan – perbuatan yang menyangkut hubungannya dengan Tuhannya yang dinamakan “ ibadah “ dalam berbagai aspeknya, hubungan manusia sesamanya baik dalam hubungan keluarga, hubungan dengan orang lain dalam bidang kebendaan dan sebagainya.
Pembahasan ushul Fiqih
Untuk mengetahui pembahasan dan pembicaraan dalam ushul Fiqih, terlebih dahulu kita harus mengetahui arti ushul Fiqih , harus kita ketahui arti “ Asal “ dan arti “Furu “.
Asal artinya sumber, dasar, menurut istilah agama asal adalah sesuatu yang menjadi dasar ( sendi ) oleh suatu yang lain, sedangkan furu’ sesuatu yang di letakkan di atas asal tadi, seperti sebuah rumah yang diletakkan di atas sendi, maka sendi disebut asal, sedangkan rumah yang terletak diatasnya disebut Furu’.
Asal menurut istilah terbagi kepada 5 pengertian : kaidah kulliyah, rajih, mustahhab,Maqis alaih dan dalil.
a) kaidah kulliyah ( peraturan umum ), melaksanakan semua peraturan – peraturan yang ditetapkan oleh syara’, kecuali bagi orang yang dalam keadaan terpaksa, seperti boleh memakan bangkai bagi orang – orang yang terpaksa, sedangkan memakan bangkai menurut syara’ hukumnya haram. Firman Allah :
إِنَّمَاحَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ
Artinya : “ Sesungguhnya diharamkan atas kamu memakan bangkai “.
( QS. Al Qur'an : 173 )
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
Artinya : “ Diharamkan atasmu memakan bangkai darah, dan daging babi”.

b). rajih ( terkuat ), asal pada perkataan seseorang benar menurut orang yang mendengar.
c). mushtashhab : menetapkan hukum sesuatu atas hukum yang telah ada, seperti yakin berwudhu ragu dalam berhadas, tetapi seorang itu dalam keadaan suci
d) maqis’ alain ( tempat mengqiyaskan ) seperti haram riba pada gandum ( gandum = asal dan padi = furu ).
e). dalil ( alasan ) asal hukum sesuatu karena dalilnya seperti wajib zakat karena firman Allah
Jadi yang dikatakan dan dibicarakan dalam ushul fiqih adalah sebagai berikut :
“ Ilmu ushul Fiqih menyelidiki keadaan dalil – dalil syara’ dan menyelidiki bagaimana caranya dalil – dalil tersebut menunjukkan hukum – hukum yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Karena itu, yang dibicarakan oleh ushul Fiqih ialah dalil – dalil syara’ dari segi penunjukannya kepada hukum atas perbuatan orang mukallaf”.2)
Ahli ushul Fiqih berbicara tentang Al Qur'an dan Hadits Qur’an dan sunnah dari segi lafalnya, baik dalam bentuk amar, nahyi,’aam, khas mutlaq, mahfum, maslahatul mursalah, syariat yang di tetapkan bagi umat yang terdahulu, yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan hukum pada setiap ucapan dan perbuatan mukallaf. Demikianlah para ahli ushul, membahas lafal amar dari segi pengertian aslinya yang menunjukkan wajib lafal nahyi dari segi pengertian aslinya yang menunjukkan haram lafal umum ( ‘ aam ) yang pengertiannya meliputi semua yang dapat dimasukkan ke dalam pengertian itu, lafal mutlaq dilaksanakan menurut arti aslinya demikian juga lafal muqayyad. Maka untuk semua itu mereka tuangkan ke dalam kaidah tertentu yang dinamakan kaidah hukum umum ( hukum kulli ) yang diambil dari sumber atau dalil dasar menetapkan hukum pada kasus tertantu. Umpamanya dari kaidah”amar lil wujub “ diterapkan dalam perjanjian bersumber dari ayat yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Artinya :
“ Hai orang – orang yang beriman, penuhilah aqad – aqad itu ….” ( QS. Al - Maidah : 1 ).


Berdasarkan kaidah amar lil wujub memenuhi janji hukumnya wajib.
Dalam ayat yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ
Artinya :
“ Hai orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok – olokan kaum yang lain “.( QS. Al - Hujurat : 11 )
Berdasarkan kaidah umum “ nahyi littahrim “ maka ditetapkan merasa berbangga dan mengolok – olok golongan lain itu hukumnya haram.
Dalam firman Allah yang berbunyi :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
Artinya :
“Diharamkan bagi kamu ( mengawini ) ibu – ibu”(QS. An- Nissa : 23 ).

Berdasarkan keumuman ayat ini diharamkan mengawini ibu baik ibu kandung maupun ibu susuan.
Dari uraian di atas jelaslah perbedaan antara dalil – dalil kulli dan dalil juz’i hukum kulli dan hukum juz’i dan qiyas. Amar dikatakan hukum kulli karena di dalamnya semua yang menunjukkan larangan. Amar dinamakan dalil kulli dan nash mengandung lafal amar dinamakan dalil juz’i. Demikian juga nahyi dalil kulli dan nash yang mengandung lafal nahyi dinamakan dalil juz’i.
Hukum kulli ialah hukum umum yang masuk ke dalamnya beberapa macam seperti wajib, haram, sah, batal dan sebagainya. Wajib dinamakan hukum kulli karena di dalamnya dapat dimasukkan berbagai perbuatan yang wajib umpamanya wajib menunaikan janji, wajib mengadakan sanki dalam perkawinan. Haram adalah hukum kulli yang masuk ke dalamnya beberapa macam perbuatan yang diharamkan seperti haram berbuat zina, haram menuduh berbuat zina, haram mencuri, haram membunuh dan sebagainya dan haram atau wajib yang berlaku pada perbuatan tertentu dinamakan hukum juz’i.
Ahli ushul tidak membahas dalil juz’i dan tidak pula membahas hukum juz’i, namun yang mereka bahas adalah dalil dan hukum kulli yang mereka letakkan dalam kaidah umum yang nantinya oleh para fuqaha diterapkan pada setiap kasus. Sebaliknya para fuqaha tidak membahas dalil dan hukum kulli, namun yang mereka bahas adalah dalil dan hukum juz’i.
3.  TUJUAN MEMPELAJARI HUKUM FIQIH DAN USHUL FIQIH
Yang menjadi dasar dan pendorong bagi ummat Islam untuk mempelajari Fiqih ialah :
1. untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam.
2. untuk mempelajari hukum – hukum Islam yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
3. kaum muslimin harus bertafaqquh Artinya memperdalam pengetahuan dalam hukum – hukum agama baik dalam bidang aqaid dan akhlak maupun dalam bidang ibadat dan muamalat.
Bertafaqquh fiddin Artinya memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang hukum – hukum agama. Oleh karena demikian sebagian kaum muslimin harus pergi menuntut ilmu pengetahuan agama Islam guna disampaikan pula kepada saudara – saudaranya.
Pendapat itu sesuai dengan perintah Allah di dalam Al Qur'an dan Hadits-Qur’an, antara lain
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya : Mengapa tidak pergi dari tiap – tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga darinya.(QS. At-Taubah : 122)
Oleh karena demikian jelas behwa Tuhan memerintahkan kepada sebagian manusia supaya pergi dari daerahnya untuk menuntut ilmu pengetahuan agama di daerah lain, dan ditugaskan bila dia sudah kembali memberikan peringatan dan ajaran agama Islam kepada kaumnya guna mengertahui dan menjaga batas-batas perintah Tuhan dan larannya-Nya terhadap manusia. Karena itu seharusnyalah sebagian besar umat Islam mempelajari agama Islam secara mendalam. Tuhan akan memberikan rahmat dan keluasan paham di bidang syari’at Islam kepada orang-orang yang dicintanya.
Sehubungan dengan itu Nabi Muhammad saw, telah bersabda :
مَنْ يُرِاللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ
Artinya :
“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah akan diberikan-Nya kabajikan dan keutamaan, niscaya diberikanlan kepadanya keluasan paham dalam agama.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Pendorong yang lain untuk mempelajari fiqih umat Islam berdasarkan pendapat berbentuk sya’ir yang dikemukakan oleh seorang faqih terkenal di antara mujtahidin, yaitu Muhammad Ibnu Hasan, yang berbunyi :

تََفَقَّهُ فَاِنَّ الْفِقْهَ أَفْضَلُ قَائِدًا
اِلَى البِرِّ وَالتَّْقوَى وَأَعْدَلُ قَاِصِ
Artinya :
“Bertafaqquhlah kamu, sesugguhnya fiqih itu penuntun utama kepada kebaikan dan taqwa dan seutama-utamanya jalan yang menyampaikan kita kepada yang kita maksud”.
وَكُنْ مُشْتَفِيْدًا كُلََّ يَوْمِ زِيَادَةً #
مِنَ الفِقْهِ وَاشْبَحْ فِى بُحُوْرِ اْلفَوَائِدِ
Artinya : “Hendaklah kamu tiap-tiap hari menuntut kelabihan dari pelajaran fiqih dan bercimpunglah kamu dalam lautan fiqih yang berfaedah.”
Fiqih dalam Islam sangat penting fungsinya karena ia menuntun manusia kepada kebaikan dan bertaqwa kepada Allah. Setiap saat manusia itu mencari atau mempelajari ketuamaan fiqih, karena fiqih, menunjukkan kita kepada sunnah Rasul serta memlihara manusia dari bahaya-bahaya dalam kehidupan. Seorang yang mengatahui dan mengamalkan fiqih akan dapat menjaga diri dari kecemasan dan lebih takut dan disegani oleh musuhnya.
Jelasnya tujuan mempelajari ilmu fiqih adalah merapkan hukum syara’ pada setiap perkataaan dan perbuatan mukallaf, karena itu ketentuan-ketentuan fiqih itulah yang dipergunkan untuk memutuskan segala perkara dan yang menjadi dasar fatwa, dan bagi setiap mukallaf akan mengetahui hukum syara’ pada setiap perbuatan atau perkataaan yang mereka lakukan.
Sedangkan tujuan mempelajari Uhul Fiqh adalah untuk mengatahui hukum-hukum syara’ pada setiap perbuatan atau perkataaan yang mereka lakukan. Sedangkan tujuan mempelajari ushul fiqih adalah untuk mengatahui hukum-hukum syari’at Islam dengan jalan yakin (pasti) atau dengan jalan zhan (dugaan, perkiraan), dan untuk menghindari taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui alasan-alasannya) hal ini dapat berlaku, kalau memang benar-benar ushul fiqih ini digunakan menurut mestinya, yaitu mengambil hukum soal-soal cabang kepada soal-soal yang pokok atau dengan mengembalikan soal-soal cabang kepada soal-soal pokok. Yang pertama adalah pekerjaan ahli ijtihad (mujahid) dan yang kedua adalah pekerjaan muttabi.
Dengan adanya faedah tersebut, tertolaklah faham sementara orang yang mengatakan, bahwa usul fiqih, adalah pekerjaan orang-orang yang terdahulu saja dalam mencari ketentuan sesuatu hukum, dan bagi kita sekarang hanya mengikuti apa yan telah didapati mereka. Pendapat ini tidak benar, sebab taklid adalah pekerjaan yang harus kita hindari.
Setidak-tidaknya kita harus bisa mencapai derajat ittaba’, yaitu mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui alasan-alasannya.


BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN
Kini kita telah mengetahui ushul fiqih adalah dalil-dalil syar’i dan objek ushul fiqh adalah pembahasan sebagai penguat dalil hukum, bebas memilih antara tuntutan dengan kewajiban dalam hukum wad’i( syarat,sebab,halangan), berijtihad dan sebagainya, dan tujuan mempelajari ushul fiqih adalah untuk mengetahui dalil-dalil syara’, untuk mengetahui dalil yang benar, menjaga kesatuan agama islam.
3.2       SARAN
       Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan rekan-rekanita dalam memahami Fiqh, masih banyak terdapat kesalahan ataupun kekeliruan dalam pembuatan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.




                                                 DAFTAR  PUSTAKA

Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi Prof. Dr. 1987. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al Qur-An/Tafsir. Jakarta: PT Bulan Bintang
Haroen, H. Nasrun Haroen. 1997. Ushul Fiqih. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu.
Munir Amin, Samsul dan Jumantoro Totok. 2005. Kamus Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta : Amzah.
M.Zaeni, Effendi, H.Satria. 2005. Ushul Fiqih. Jakarta : Prenada Media.
Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiqih. jakarta : Logos Wacana Ilmu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates