BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
membimbing manusia dengan hidayah-Nya, sebagaimana yang terkandung dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah. Kami bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan penulisan
dan penyajian makalah Ushul Fiqih yang sederhana ini hingga dapat
terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada junjungan
baginda Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluaraga dan para pengikutnya sampai
di hari kiamat nanti.
Ushul Fiqih Sebagai pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ Islam
mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil hukum syara’ secara
detail dari al-Qur’an maupun al-Hadis yang sebagian dijelaskan melalui ijma’
dan Qiyas. Dengan Ushul Fiqih ini diharapkan mampu membantu para mujtahid dan
pemimpin-pemimpin umat untuk memaknai al-Qur’an dan al-Hadis secara aktual dan
kontekstual. Hal ini seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman yang
menuntut ketegasan dan kejelasan acuan setiap prilaku, sehingga ajaran Islam
selalu mampu menjawab segala persoalan dan permasalahan umat di segala aspek
kehidupan.
Kami akan mencoba menjelaskan Ushul Fiqih dari segi definisi Ushul
Fiqih, objek kajian, tujuan mempelajari dan fungsi ushul fiqih serta perbedaan
antara Ushul Fiqih dan Fiqih. Mudah-mudahan penjelasan dalam makalah kami ini,
akan menambah wawasan keagamaan kita dalam mempelajari Ushul Fiqih, kritik dan
saran serta nasehat dari dosen pembimbing serta teman-teman semua selalu kami
harapkan.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Dari
latar belakang diatas, dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.Apa
yang dimaksud dengan ushul fiqh?
2.
Apa objek ushul fiqh itu?
3.
Apa tujuan mempelajari ushul fiqh?
1.3. TUJUAN MASALAH
Dari
rumusan masalah di atas, dapat di ambil tujuan penulisan sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui definisi ushul fiqh
2.
Untuk mengetahui objek dari ushul fiqh
3.
Untuk mengetahui tujuan mempelajari ushul fiqh
BAB II
1.
MEMPELAJARI FIQIH DAN USHUL FIQIH
Mempelajari Ilmu Fiqih besar sekali faedahnya bagi manusia. Dengan
mengetahui ilmu fiqih menurut yang dita’rifkan ahli ushul, akan dapat diketahui
mana yang disuruh mengerjakan dan mana pula yang dilarang mengerjakannya. Dan
mana yang haram, mana yang halal, mana yang sah, mana yang bathal dan mana pula
yang fasid, yang harus diperhatikan dalam hal segala perbuatan yang disuruh
harus di kerjakan dan yang dilarang harus ditinggalkan.
Ilmu Fiqih yang juga memberi petunjuk kepada manusia tentang
pelaksanaan nikah, thalaq, rujuk, dan memelihara jiwa, harta benda serta
kehormatan. Juga mengetahui segala hukum – hukum yang berhubungan dengan
perbuatan manusia.
Yang dibahas oleh Fiqih adalah perbuatan orang – orang mukallaf,
tentunya orang – orang yang telah dibebani ketetapan – ketetapan hukum agama
Islam, berarti sesuai dengan tujuannya.
“
Yang di bicarakan oleh Fiqih ( menurut ta’rif ahli ushul ) atau yang dijadikan
maudhu’nya ialah segala pekerjaan para mukallaf dari jurusan hukum.
Adapun
hasil pembicaraan atau mahmulnya ialah salah satu dari hukum lima, seperti “
perbuatan ini wajib “.
Yang
dimaksud dengan salah satu dari hukum lima, ialah dari hukum taklifi yang lima
:
1. Iijab ( wajib )
2. Nadab ( anjuran )
3. Tahrim ( haram )
4. Karahah ( menuntut meninggalkan sesuatu perbuatan dengan
tuntutan yang tidak pasti.
5. Ibahah ( mubah = membolehkan ) dikerjakan atau ditingglkan.
2. Hukum mempelajari Fiqih
Hukum
mempelajari Fiqih itu terbagi kepada dua bagian :
1.
Ada ilmu Fiqih itu yang wajib dipelajari oleh seluruh umat Islam yang mukallaf,
seperti mempelajari masalah shalat, puasa dan lain – lainnya.
2.
Ada ilmu Fiqih yang wajib dipelajari oleh sebagian orang yang ada dalam
kelompok mereka ( umat Islam ), seperti mengetahui masalah pasakh, ruju’,
syarat – syarat menjadi qadhi atau wali hakim dan lain – lainnya.
Hukum
mempelajari Fiqih itu ialah untuk keselamatan di dunia dan akhirat.1)
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pokok bahasan dalam ilmu
fiqih ialah perbuatan mukallaf menurut apa yang telah ditetapkan syara’ tentang
ketentuan hukumnya. Karena itu dalam ilmu Fiqih yang dibicarakan tentang
perbuatan – perbuatan yang menyangkut hubungannya dengan Tuhannya yang
dinamakan “ ibadah “ dalam berbagai aspeknya, hubungan manusia sesamanya baik
dalam hubungan keluarga, hubungan dengan orang lain dalam bidang kebendaan dan
sebagainya.
Pembahasan
ushul Fiqih
Untuk mengetahui pembahasan dan pembicaraan dalam ushul Fiqih,
terlebih dahulu kita harus mengetahui arti ushul Fiqih , harus kita ketahui
arti “ Asal “ dan arti “Furu “.
Asal artinya sumber, dasar, menurut istilah agama asal adalah
sesuatu yang menjadi dasar ( sendi ) oleh suatu yang lain, sedangkan furu’
sesuatu yang di letakkan di atas asal tadi, seperti sebuah rumah yang
diletakkan di atas sendi, maka sendi disebut asal, sedangkan rumah yang
terletak diatasnya disebut Furu’.
Asal
menurut istilah terbagi kepada 5 pengertian : kaidah kulliyah, rajih,
mustahhab,Maqis alaih dan dalil.
a)
kaidah kulliyah ( peraturan umum ), melaksanakan semua peraturan – peraturan
yang ditetapkan oleh syara’, kecuali bagi orang yang dalam keadaan terpaksa,
seperti boleh memakan bangkai bagi orang – orang yang terpaksa, sedangkan
memakan bangkai menurut syara’ hukumnya haram. Firman Allah :
إِنَّمَاحَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ
Artinya
: “ Sesungguhnya diharamkan atas kamu memakan bangkai “.
(
QS. Al Qur'an : 173 )
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
Artinya
: “ Diharamkan atasmu memakan bangkai darah, dan daging babi”.
b).
rajih ( terkuat ), asal pada perkataan seseorang benar menurut orang yang
mendengar.
c).
mushtashhab : menetapkan hukum sesuatu atas hukum yang telah ada, seperti yakin
berwudhu ragu dalam berhadas, tetapi seorang itu dalam keadaan suci
d)
maqis’ alain ( tempat mengqiyaskan ) seperti haram riba pada gandum ( gandum =
asal dan padi = furu ).
e).
dalil ( alasan ) asal hukum sesuatu karena dalilnya seperti wajib zakat karena
firman Allah
Jadi
yang dikatakan dan dibicarakan dalam ushul fiqih adalah sebagai berikut :
“
Ilmu ushul Fiqih menyelidiki keadaan dalil – dalil syara’ dan menyelidiki
bagaimana caranya dalil – dalil tersebut menunjukkan hukum – hukum yang
berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf. Karena itu, yang dibicarakan oleh
ushul Fiqih ialah dalil – dalil syara’ dari segi penunjukannya kepada hukum
atas perbuatan orang mukallaf”.2)
Ahli ushul Fiqih berbicara tentang Al Qur'an dan Hadits Qur’an dan
sunnah dari segi lafalnya, baik dalam bentuk amar, nahyi,’aam, khas mutlaq,
mahfum, maslahatul mursalah, syariat yang di tetapkan bagi umat yang terdahulu,
yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan hukum pada setiap ucapan dan
perbuatan mukallaf. Demikianlah para ahli ushul, membahas lafal amar dari segi
pengertian aslinya yang menunjukkan wajib lafal nahyi dari segi pengertian
aslinya yang menunjukkan haram lafal umum ( ‘ aam ) yang pengertiannya meliputi
semua yang dapat dimasukkan ke dalam pengertian itu, lafal mutlaq dilaksanakan
menurut arti aslinya demikian juga lafal muqayyad. Maka untuk semua itu mereka
tuangkan ke dalam kaidah tertentu yang dinamakan kaidah hukum umum ( hukum
kulli ) yang diambil dari sumber atau dalil dasar menetapkan hukum pada kasus
tertantu. Umpamanya dari kaidah”amar lil wujub “ diterapkan dalam perjanjian
bersumber dari ayat yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Artinya
:
“
Hai orang – orang yang beriman, penuhilah aqad – aqad itu ….” ( QS. Al - Maidah
: 1 ).
Berdasarkan kaidah amar lil wujub memenuhi janji hukumnya wajib.
Dalam
ayat yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ
Artinya
:
“
Hai orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok – olokan kaum yang lain
“.( QS. Al - Hujurat : 11 )
Berdasarkan kaidah umum “ nahyi littahrim “ maka ditetapkan merasa
berbangga dan mengolok – olok golongan lain itu hukumnya haram.
Dalam
firman Allah yang berbunyi :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ
Artinya
:
“Diharamkan
bagi kamu ( mengawini ) ibu – ibu”(QS. An- Nissa : 23 ).
Berdasarkan
keumuman ayat ini diharamkan mengawini ibu baik ibu kandung maupun ibu susuan.
Dari uraian di atas jelaslah perbedaan antara dalil – dalil kulli
dan dalil juz’i hukum kulli dan hukum juz’i dan qiyas. Amar dikatakan hukum
kulli karena di dalamnya semua yang menunjukkan larangan. Amar dinamakan dalil
kulli dan nash mengandung lafal amar dinamakan dalil juz’i. Demikian juga nahyi
dalil kulli dan nash yang mengandung lafal nahyi dinamakan dalil juz’i.
Hukum kulli ialah hukum umum yang masuk ke dalamnya beberapa macam
seperti wajib, haram, sah, batal dan sebagainya. Wajib dinamakan hukum kulli
karena di dalamnya dapat dimasukkan berbagai perbuatan yang wajib umpamanya
wajib menunaikan janji, wajib mengadakan sanki dalam perkawinan. Haram adalah
hukum kulli yang masuk ke dalamnya beberapa macam perbuatan yang diharamkan
seperti haram berbuat zina, haram menuduh berbuat zina, haram mencuri, haram
membunuh dan sebagainya dan haram atau wajib yang berlaku pada perbuatan
tertentu dinamakan hukum juz’i.
Ahli ushul tidak membahas dalil juz’i dan tidak pula membahas hukum
juz’i, namun yang mereka bahas adalah dalil dan hukum kulli yang mereka
letakkan dalam kaidah umum yang nantinya oleh para fuqaha diterapkan pada
setiap kasus. Sebaliknya para fuqaha tidak membahas dalil dan hukum kulli,
namun yang mereka bahas adalah dalil dan hukum juz’i.
3. TUJUAN MEMPELAJARI HUKUM FIQIH DAN USHUL FIQIH
Yang
menjadi dasar dan pendorong bagi ummat Islam untuk mempelajari Fiqih ialah :
1.
untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam.
2.
untuk mempelajari hukum – hukum Islam yang berhubungan dengan kehidupan
manusia.
3.
kaum muslimin harus bertafaqquh Artinya memperdalam pengetahuan dalam hukum –
hukum agama baik dalam bidang aqaid dan akhlak maupun dalam bidang ibadat dan
muamalat.
Bertafaqquh fiddin Artinya memperdalam ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum – hukum agama. Oleh karena demikian sebagian kaum muslimin harus
pergi menuntut ilmu pengetahuan agama Islam guna disampaikan pula kepada
saudara – saudaranya.
Pendapat
itu sesuai dengan perintah Allah di dalam Al Qur'an dan Hadits-Qur’an, antara
lain
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ
لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya
: Mengapa tidak pergi dari tiap – tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga darinya.(QS. At-Taubah : 122)
Oleh karena demikian jelas behwa Tuhan memerintahkan kepada
sebagian manusia supaya pergi dari daerahnya untuk menuntut ilmu pengetahuan
agama di daerah lain, dan ditugaskan bila dia sudah kembali memberikan
peringatan dan ajaran agama Islam kepada kaumnya guna mengertahui dan menjaga
batas-batas perintah Tuhan dan larannya-Nya terhadap manusia. Karena itu
seharusnyalah sebagian besar umat Islam mempelajari agama Islam secara
mendalam. Tuhan akan memberikan rahmat dan keluasan paham di bidang syari’at
Islam kepada orang-orang yang dicintanya.
Sehubungan
dengan itu Nabi Muhammad saw, telah bersabda :
مَنْ يُرِاللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ
Artinya
:
“Barang
siapa yang dikehendaki oleh Allah akan diberikan-Nya kabajikan dan keutamaan,
niscaya diberikanlan kepadanya keluasan paham dalam agama.” (HR. Bukhori dan
Muslim)
Pendorong yang lain untuk mempelajari fiqih umat Islam berdasarkan
pendapat berbentuk sya’ir yang dikemukakan oleh seorang faqih terkenal di
antara mujtahidin, yaitu Muhammad Ibnu Hasan, yang berbunyi :
تََفَقَّهُ فَاِنَّ الْفِقْهَ أَفْضَلُ قَائِدًا
اِلَى البِرِّ وَالتَّْقوَى وَأَعْدَلُ قَاِصِ
Artinya
:
“Bertafaqquhlah
kamu, sesugguhnya fiqih itu penuntun utama kepada kebaikan dan taqwa dan
seutama-utamanya jalan yang menyampaikan kita kepada yang kita maksud”.
وَكُنْ مُشْتَفِيْدًا كُلََّ يَوْمِ زِيَادَةً #
مِنَ الفِقْهِ وَاشْبَحْ فِى بُحُوْرِ اْلفَوَائِدِ
Artinya
: “Hendaklah kamu tiap-tiap hari menuntut kelabihan dari pelajaran fiqih dan
bercimpunglah kamu dalam lautan fiqih yang berfaedah.”
Fiqih dalam Islam sangat penting fungsinya karena ia menuntun
manusia kepada kebaikan dan bertaqwa kepada Allah. Setiap saat manusia itu
mencari atau mempelajari ketuamaan fiqih, karena fiqih, menunjukkan kita kepada
sunnah Rasul serta memlihara manusia dari bahaya-bahaya dalam kehidupan.
Seorang yang mengatahui dan mengamalkan fiqih akan dapat menjaga diri dari
kecemasan dan lebih takut dan disegani oleh musuhnya.
Jelasnya tujuan mempelajari ilmu fiqih adalah merapkan hukum syara’
pada setiap perkataaan dan perbuatan mukallaf, karena itu ketentuan-ketentuan
fiqih itulah yang dipergunkan untuk memutuskan segala perkara dan yang menjadi
dasar fatwa, dan bagi setiap mukallaf akan mengetahui hukum syara’ pada setiap
perbuatan atau perkataaan yang mereka lakukan.
Sedangkan tujuan mempelajari Uhul Fiqh adalah untuk mengatahui
hukum-hukum syara’ pada setiap perbuatan atau perkataaan yang mereka lakukan. Sedangkan
tujuan mempelajari ushul fiqih adalah untuk mengatahui hukum-hukum syari’at
Islam dengan jalan yakin (pasti) atau dengan jalan zhan (dugaan, perkiraan),
dan untuk menghindari taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui
alasan-alasannya) hal ini dapat berlaku, kalau memang benar-benar ushul fiqih
ini digunakan menurut mestinya, yaitu mengambil hukum soal-soal cabang kepada
soal-soal yang pokok atau dengan mengembalikan soal-soal cabang kepada
soal-soal pokok. Yang pertama adalah pekerjaan ahli ijtihad (mujahid) dan yang
kedua adalah pekerjaan muttabi.
Dengan adanya faedah tersebut, tertolaklah faham sementara orang
yang mengatakan, bahwa usul fiqih, adalah pekerjaan orang-orang yang terdahulu
saja dalam mencari ketentuan sesuatu hukum, dan bagi kita sekarang hanya
mengikuti apa yan telah didapati mereka. Pendapat ini tidak benar, sebab taklid
adalah pekerjaan yang harus kita hindari.
Setidak-tidaknya kita harus bisa mencapai derajat ittaba’, yaitu
mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui alasan-alasannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kini kita telah mengetahui ushul fiqih adalah dalil-dalil syar’i
dan objek ushul fiqh adalah pembahasan sebagai penguat dalil hukum, bebas
memilih antara tuntutan dengan kewajiban dalam hukum wad’i(
syarat,sebab,halangan), berijtihad dan sebagainya, dan tujuan mempelajari ushul
fiqih adalah untuk mengetahui dalil-dalil syara’, untuk mengetahui dalil yang
benar, menjaga kesatuan agama islam.
3.2 SARAN
Semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan rekan-rekanita dalam memahami Fiqh, masih banyak terdapat kesalahan
ataupun kekeliruan dalam pembuatan makalah ini, kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi Prof. Dr. 1987. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al
Qur-An/Tafsir. Jakarta: PT Bulan Bintang
Haroen,
H. Nasrun Haroen. 1997. Ushul Fiqih. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu.
Munir
Amin, Samsul dan Jumantoro Totok. 2005. Kamus Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta :
Amzah.
M.Zaeni,
Effendi, H.Satria. 2005. Ushul Fiqih. Jakarta : Prenada Media.
Syarifuddin,
Amir. 1997. Ushul Fiqih. jakarta : Logos Wacana Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar