Social Icons

Rabu, 19 Maret 2014

ADZ-DARI’AH

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang masalah
Dalam perjalanan sejarah Islam, para ulama mengembangkan berbagai teori, metode, dan prinsip hukum yang sebelumnya tidak dirumuskan secara sistematis, baik dalam Alquran maupun as-Sunnah. Upaya para ulama tersebut berkaitan erat dengan tuntutan realita sosial yang semakin hari semakin kompleks. Berbagai persoalan baru bermunculan yang sebelumnya tidak dibahas secara spesifik dalam Alquran dan Hadits Nabi.
Di antara metode penetapan hukum yang dikembangkan para ulama adalah sadd adz-dzari’ah dan fath adz-dzari’ah. Metode sadd adz-dzari’ah merupakan upaya preventif agar tidak terjadi sesuatu yang menimbulkan dampak negatif. Metode hukum ini merupakan salah satu bentuk kekayaan khazanah intelektual Islam yang –sepanjang pengetahuan penulis–tidak dimiliki oleh agama-agama lain. Selain Islam, tidak ada agama yang memiliki sistem hukum yang didokumentasikan dengan baik dalam berbagai karya yang sedemikian banyak





BAB II
PEMBAHASAN
A.    ADZ-DARI’AH
Dari segi bahasa, Adz-zhari’ah (jamak: adz-zara’i) berarti media yang menyampaikan kepada sesuatu. Sedangkan dalam pengertian istilah ushul fiqh, yang dimaksud dengan adz-dzari’ah ialah, sesuatu yang merupakan media dan jalan untuk sampai kepada sesuatu yang berkaitan dengan hukum syara’.[1] Baik yang halal maupun yang haram (yang terlarang atau dibenarkan), dan menuju ketaatan atau kemaksiatan. Oleh karena itu dalam kajian ushul fiqh, Adz-zhariah dapat berarti sadd ad-dzari’ah dan fath adz-dzari’ah, namun dikalangan ulama ushul fiqh, jika kata ad-dzariah disebut secara sendiri, tidak dalam bentuk kalimat majemuk, maka kata itu selalu digunakan untuk menunjuk pengertian sadd adz-dzari’ah.
Yang dimaksud dengan sadd adz-dzari’ah (makna generik: menutup jalan) ialah, mencegah sesuatu perbuatan agar tidak sampai menimbulkan mafsadah.
B.     Dasar hukum adz-Dzari’ah
Predikat-predikat hukum syara’ yang dilekatkan kepada perbuatan yang bersifat adz-dzari’ah dapat ditinjau dari dua segi :
a.       Ditinjau dari segi al-baits (motif pelaku)
b.      Ditinjau dari segi dampak yang ditimbulkannya semata-semata, tanpa meninjaunya dari segi motif dan niat pelaku[2]
Al-Baits adalah motif yang mendorong pelaku untuk melakukan suatu perbuatan, baik motifnya untuk menimbulkan sesuatu yang dibenarkan (halal) maupun motifnya untuk menghasilkan sesuatu yang terlarang (haram). Misallnya seseorang melakukan akad nikah dengan seorang wanita. Akan tetapi, niatnya ketika menikah tersebut bukan untuk mencapai tujuan nikah yang disyar’atkan Islam, yaitu membangun rumah tangga yang abadi, melainkan agar setelah diceraikannya, wanita tersebut halal menikah lagi dengan mantan suaminya yang telah mentalak tiganya.
Pada contoh diatas, motif para pelaku adalah melakukan perbuatan yang halal dengan tujuan terlarang (haram)
Pada umumnnya motif pelaku suatu perbuatan sangat sulit diketahui oleh orang lain, karena berada didalam kalbu orang yang bersangkutan. Oleh karena itu, penilaian hukum segi ini bersifat diyanah( dikaitkan dengan dosa atau pahala yang akan diterima pelaku diakhirat). Pada dzari’ah, semata-mata pertimbangan niat.pelaku saja, tidak dapat dijadikan dasar untuk memberikan ketentuan hukum batal atau fasadnya suatu transaksi.
Tinjauan yang kedua difokuskan pada segi maslahah dan mafsadah yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, jika dampak yang ditimbulkan oleh rentetan suatu perbuatan adalah kemaslahatan, maka perbutan tersebut diperintahkan seusai dengan kadar kemaslahtannya. Sebaliknya jika rentetan perbuatan tersebut membawa pada kerusakan, maka perbuatan tersebut terlaran sesuai dengan kadarnya pula (haram atau makruh). Firman Allah dalam surat al-an’am ayat 108 :
Ÿwur (#q7Ý¡n@ šúïÏ%©!$# tbqããôtƒ `ÏB Èbrߊ «!$# (#q7Ý¡uŠsù ©!$# #Jrôtã ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ 3 y7Ï9ºxx. $¨Y­ƒy Èe@ä3Ï9 >p¨Bé& óOßgn=uHxå §NèO 4n<Î) NÍkÍh5u óOßgãèÅ_ó£D Oßgã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÉÑÈ  
dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
C.     Contoh Sadd Al-Dzari’ah
Sebagai yang dimaksud pada dasarnya menjual anggur  adalah mubah (boleh) karena anggur adala buah-buahan yang halal dimakan. Akan tetapi menjual anggur kepada orang yang akan mengolahnya menjadi minuman keras menjadi terlarang. Perbuatan tersebut terlarang karena akan menimbulkan mafsadah,. Larangan tersebut mencegah agar orang jangan membuat minuman keras dan agar orang terhindar dari meminum minuman keras yang memabukkan.
Seseorang dikenai wajib zakat, jika sudah sampai satu nisab dan haulnya tetapi untuk menghindari zakat tersebut dihibahkannya sebagian hartanya pada anaknya. Sehingga kewajiban zakat menjadi gugur. Yang menjadi larangan disini adalah tujuan ia menghibahkan sebagian harta itu adalah untuk menghindari wajib zakat yang jatuh padanya










BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari segi bahasa, Adz-zhari’ah (jamak: adz-zara’i) berarti media yang menyampaikan kepada sesuatu. Sedangkan dalam pengertian istilah ushul fiqh, yang dimaksud dengan adz-dzari’ah ialah, sesuatu yang merupakan media dan jalan untuk sampai kepada sesuatu yang berkaitan dengan hukum syara’. Baik yang halal maupun yang haram (yang terlarang atau dibenarkan), dan menuju ketaatan atau kemaksiatan
B. SARAN
       Makalah kami ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran membangun senantiasa kami nantikan. Terakhir kami mohon ma’af atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Abd. Dahlan,Rahman “Ushul Fiqih” Amzah.Jakarta.2011
Dr.H. Bakry. Nazar “Fiqih & Ushul Fiqih” PT.Raja Grapindo Persada.Jakarta.2003



[1] Dr.h.Abd.Rahman Dahlan,M.A “Ushul Fiqh” hal.236
[2] Dr.h.Abd.Rahman Dahlan,M.A “Ushul Fiqh” hal.237

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates