BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu tasawuf yang merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat
kontroversi dikalangan para ahli sufi, dikarenakan di dalamnya mengandung
berbagai permasalahan yang menyangkut dengan aqidah dan keimanan seseorang.
Dalam sejarah perkembangannya, para ahli membagi tasawuf menjadi
dua, yaitu tasawuf yang mengarah pada teori-teori perilaku dan tasawuf yang
mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman mendalam.
Pada perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama
sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf
yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi ke
arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan para
sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping sebagai sufi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah
dijelaskan maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
A. Bagaimana sejarah
perkembangan Tasawuf Salafi(akhlaki)?
B. Bagaimana sejarah
perkembangan Tasawuf Falsafi?
C. Bagaimana sejarah
perkembangan Tasawuf Syi’i?
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan
Tasawuf : Salafi (Akh Laqi), Falsafi dan Syi’i
Para Ilmuwan dan peneliti tasawuf, membagi tasawuf menjadi dua
bagian yaitu : Tasawuf Akhlaqi dan Tasawuf Falsafi.
Tasawuf Akhlaqi adalah tasawuf yang didasarkan pada gabungan
teori-teori prilaku, akhlak atau budi pekerti.[1]
Tasawuf ini lebih menekankan pada proses moral dalam beribadah dan berprilaku,
tidak banyak mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang filosofis, tetapi pada
tindakan moral yang tidak menyimpang. Tasawuf ini banyak dikembangkan oleh
ulama-ulama salaf yang lebih senag menyendiri dan berzikir.
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf
yang didasarkan pada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat.[2]
Para sufi yang terlibat pada aliran tasawuf ini lebih banyak mengeluarkan
pemikiran yang berkaitan dengan persatuan antara tuhan dan manusia. Untuk
melihat peran para tokoh yang turut mengembangkan kedua tasawuf ini. Berikut
akan dikemukakan secara ringkas sejarah perkembangan tasawuf dimulai dari abad
pertam Hijriah.[3]
1.
Abad Pertama dan Kedua Hijriah
Pada periode ini, tasawuf telah kelihatan pada bentuknya yang awal.
Pada periode ini ada sejumlah orang yang tidak menaruh perhatian pada kehidupan
materi, seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal. Mereka lebih berkonsentrasi
pada kehidupan ibadah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih abadi yaitu
akhirat.
Diantara Tokoh-tokoh terkemuka pada periode ini adalah : Salman
Al-Farisi, Abu Dzar Al-Ghifari, Ammar bin Yasir, Hudzaifah bin Al-Yaman, dan
lain-lain.
2.
Abad Ketiga dan Keempat Hijriah
Jika pada tahap awal, tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian
yang sederhana, pada abad ketiga dan keempat hijriah, para sufi mulai
memerhatikan sisi-sisi teoritis psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku,
sehingga tasawuf telah menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan. Pada periode ini,
sebuah ilmu telah berbentuk khusus bagi khalangan kaum sufi, yang sebelumnya hanya berupa ibadah-ibadah. Pada
periode ini, tasawuf mulai berkembang dan para sufi telah menaruh perhatian
pada beberapa hal :
a.
Jiwa,
yaitu tasawuf yang berisi cara pengobatan jiwa, pengonsentrasian jiwa manusia
kepada tuhan sehingga ketegangan-ketegangan kejiwaan dapat terobati.
b.
Akhlak,
yaitu tasawuf yang berisi teori-teori akhlak, tentang cara berkhlak mulia dan
menghindari akhlak yang buruk.
c.
Metafisika,
yaitu tasawuf yang berisi teori-teori ketunggalan hakikat Illahi atau
kemutlakan Tuhan.
Diantara tokoh-tokoh saat itu adalah : Ma’ruf Al-Karkhi
(w.200H/815M), Surri As-Saqti (w.253H/867M), Abu Sulaiman Ad-Darani
(w.715H/830M), Ahmad bi Al-Hawari Ad-Damsyiqi (w.230 H), dan lain –lain.
Jadi, pada periode ini telah terlihat adanya tasawuf dengan
kosentrasi Akhlak. Dengan teori-teori yang mudah dipahami, para ulama (mazmumah)
dan bagaimana pula membentuk akhlak-akhlak yang terpuji (Mahmudah). Tasawuf
seperti inilah yang disebut dengan tasawuf Akhlaqi karena lebih
dikosentrasikan pada perbuatan baik manusia atau tasawuf salafi karena
diamalkan oleh ulama-ulama salaf (terdahulu) yang tradisional dan normatif.
3.
Abad Kelima Hijriah
Pada periode ini, lahirlah seorang tokoh sufi, Al-Ghazali (450
H-505 H) dengan tulisan-tulisan monumentalnya, seperti Al-Mungiz min
Adh-Dhalal,Tahafut Al-Falasifah, dan Ihya ‘Ulum Ad-din. Al-Ghazali
mengajukan kritik-kritik tajam terhadap terhadap berbagai aliran filsafat dan
teori-teori “ganjil” tersebut, serta mengembalikannya pada ajaran atau
bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah, menancapkan
dasar-dasar yang kokoh bagi tasawuf. Tasawuf inilah yang diberi nama tasawuf
sunni, yang pada dasarnya menjadikan
tasawuf lebih dekat dengan tasawuf akhlaqi dengan kecenderungan pada
kehidupan zuhud.
4.
Abad Keenam dan Ketujuh Hijriah
Pada periode ini muncul kembali tokoh-tokoh sufi yang memadukan
tasawuf dengan filsafat dengan teori-teori yang tidak murni tasawuf dan tidak
murni filsafat. Kedua-duanya terpadu menjadi satu. Tasawuf ini kemudian dinamai
tasawuf falsafi. Diantara tokoh-tokoh terkemukanya adalah As-Suhrawardi (w. 587H), Muhyoddin ibn
Arabi (w. 638). Umar Ibn-Al-Faridh (w. 632 H), Ibn Sab’in (w.667 H) dan
lain-lain.
Dengan lahirnya aliran ini, tasawuf terbagi dua yaitu :
1)
Tasawuf
Sunni, yaitu tasawuf yang berwawasan moral
atau akhlak yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dikembangkan
oleh Al-Ghazali pada abad kelima Hijriah.
2)
Tasawuf
falsafi yang menggabungkan dengan filsafat dan
unsur-unsur mistik lainnya
5.
Abad Kedelapan dan Kesembilan dan Seterusnya
Pada abad kedelapan Hijriah , tasawuf telah mengalami kemunduran.
Hal ini diantaranya karena kegiatan orang-orang yang berkecimpung dalam bidang
tasawuf sudah terbatas pada komentar-komentar atau meringkas buku-buku tasawuf
terdahulu serta memfokuskan perhatian pada aspek-aspek praktik ritual yang
lebih berbentuk formalitas sehingga semakin ajuh dari substansi tasawuf.
Pada periode ini, hampir tidak terdengar lagi perkembangan
pemikiran baru dalam tasawuf meskipun banyak tokoh sufi mengemukakan
pikiran-pikiran mereka tentang tasawuf. Diantaranya adalah Al-Kisani (w. 739 H) dan Abdul Karim Al-Jilli
(w.1417 M). Disamping itu, ada tokoh-tokoh lain pada periode ini, yaitu
Ala’adaulah Simnani, Abdul Razzaq Kasyani, Khawajjah Hafiz Syirazi, Mahmud
Syabistari, Sayyid Haidar Amuli, Abdul Karim Jilani.
Disamping Tasawuf Sunni, juga dikenal Tasawuf Syi’I atau
Syi’ah, khususnya dalam masalah kedekatan manusia dengan Allah. Ibnu
Kaldun, sebgaiamana yang dikutip oleh Taftazani melihat kedekatan tasawfu
dalsafi dengan sekte Isma’ili dari
Syi’ah. Sekte Isma’ili memiliki pandangan terjadinya hulul atau ketuhanan
imam-imam mereka. Menurutnya, kedua kelompok ini memiliki kesamaan, khususnya
dalam persoa’alan Quthb dan Abdal. Bagi para filsuf, Quthb adalah puncaknya orang-orang ‘arifin,
sedangkan abdal adalah perwakilan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tasawuf Akhlaqi
adalah tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori-teori prilaku, akhlak atau
budi pekerti. Tasawuf ini lebih menekankan pada proses moral dalam beribadah
dan berprilaku, tidak banyak mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang filosofis,
tetapi pada tindakan moral yang tidak menyimpang. Tasawuf ini banyak
dikembangkan oleh ulama-ulama salaf yang lebih senag menyendiri dan berzikir.
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori-teori tasawuf
dan filsafat. Para sufi yang terlibat pada aliran tasawuf ini lebih banyak
mengeluarkan pemikiran yang berkaitan dengan persatuan antara tuhan dan
manusia. Untuk melihat peran para tokoh yang turut mengembangkan kedua tasawuf
ini.
B.
Saran
Mungkin hanya ini yang dapat kami
sampaikan, meskipun penulisannya kurang sempurna, minimal kami telah dapat
menyelesaikan makalah ini.karena kami manusia yang tepatnya tak luput dari kesalahan
dan kami juga butuh saran dan kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk
kedepannya bagi kami.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
H. Hasan Mud’Is, M.Ag “ Filsafat Tasawuf” CV. Bandung. Pustaka Setia. 2010
Drs.
A. Rifa’i. Bachrun “ Filsafat Tasawuf” CV. Bandung. Pustaka Setia. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar